Terpilihnya Muhammad Mursi, Gerakan Arab Spring, & Akhir Zaman

25 June 2012 1 comment

Pemilihan Presiden Mesir
Berita terakhir berkaitan dengan gerakan Arab Spring adalah terpilihnya Mohamed Mursi sebagai Presiden Mesir pengganti Presiden Hosni Mubarak yang digulingkan dalam revolusi pada awal tahun lalu, sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Presiden yang diumumkan Ketua Komisi, Farouk Soltan.

Komisi Pemilihan Umum Mesir menyatakan Mursi meraih 51,73% suara, mengalahkan mantan perdana menteri Ahmed Shafiq. Mursi meraih 13.230.131 suara sementara Shafiq mendapat 12.347.380 dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 51,8% dari lebih 50 juta warga Mesir yang memiliki hak untuk memberikan suara. Muhammed Mursi merupakan calon presiden dari Partai Kebebasan dan Keadilan, yang merupakan partai bentukan Ikhwanul Muslimin.

Pengumuman kemenangan Mursi ini disambut dengan sorak sorai para pendukung Ikhwanul Muslimin yang berkumpul di Lapangan Tahrir, Kairo. Mereka sudah berkumpul di lapangan itu selama beberapa hari belakangan sebagai protes atas dekrit yang dikeluarkan oleh Dewan Agung Militer, SCAF, yang menurut mereka dibuat untuk mengurangi atau membatasi kekuatan presiden dan melindungi kekuasaan militer.

Pada tanggal 13 Juni, Kementrian Kehakiman memberi wewenang kepada tentara untuk menangkap para pegiat sipil dan diadili di pengadilan militer sampai konstitusi baru disahkan. Empat hari kemudian, ketika pemungutan suara untuk pemilihan presiden tahap kedua berlangsung, para jenderal mengeluarkan pernyataan konstitusional sementara yang memberi mereka semua kekuasan legislatif dan meningkatkan peran mereka dalam merancangan konstitusi.

Senin 18 Juni, Ketua SCAF, Jenderal Mohammed Hussein Tantawi, mengumumkan dibentuknya kembali Dewan Pertahanan Nasional, yang menempatkan para jenderal memegang kebijakan keamanan nasional Mesir. SCAF sudah berjanji akan mengalihkan kekuasaan kepada presiden terpilih pada 30 Juni namun keputusan mereka untuk membubarkan parlemen membuat Mohammed Mursi akan menduduki jabatan presiden tanpa adanya parlemen dan juga tanpa konstitusi yang menjamin wewenang kekuasaan maupun tugasnya.

Terpilihnya Muhammed Mursi menjadi presiden Mesir, tak lepas dari dukungan Majelis Syuro Ulama Mesir yang mengumumkan mendukung Dr. Muhammad Mursi, kandidat presiden Ikhwanul Muslimin dan Hizbul Hurriyah wal ‘Adalah untuk menjadi Presiden Mesir dan memperjuangkan pemenangannya. Dukungan itu diberikan setelah Majelis mengambil janji dan kesepakatan dengan Dr. Mursi agar beliau berijtihad dalam menegakkan hukum syariah sesuai manhaj ahlus sunnah wal jamaah sesuai kemampuannya, menjaga persatuan umat Islam dan menjahui fanatisme kepartaian, agar berjuang menyelamatkan orang-orang yang terzhalimi dan mengentaskan kemiskinan, membantu kaum lemah dan tidak menjauh dari rakyat.

Komitmen dengan dukungan Majelis Syuro tersebut, seperti dilansir dari stasiun televisi Al Arabiya, Muhammad Mursi berjanji jika ia terpilih menjadi presiden, Mesir tidak akan lagi tunduk kepada negara-negara Barat. “Kita tidak akan tunduk lagi pada Barat. Saya akan mengembalikan martabat dan kebanggaan sebagai rakyat Mesir.

Sepintas Tentang Muhammad Mursi
Mursi, lahir di Desa Adwah, Provinsi Syarqiyah, bagian timur Mesir, pada 20 Agustus 1951 dari keluarga petani sederhana. Saat ini, doktor teknik lulusan Amerika Serikat itu mengetuai Partai Kebebasan dan Keadilan atau Hizbul Hurriyah Wal Adalah, sayap politik Ikhwanul Muslimin. Mursi meraih doktor bidang teknik material pada University of Southern California pada 1982, dan pernah menjadi dosen atau profesor pembantu di universitas di AS itu pada 1982-1985.

Pada 1985-2010, Mursi mengetuai jurusan teknik material di Universitas Zakazik, Mesir, dan dosen teknik di Cairo University. Sejak 1977, Mursi mulai aktif di Ikhwanul Muslimin dan berulang kali masuk penjara, baik di masa Presiden Anwar Saddat (1970-1981) maupun di era Presiden Hosni Mubarak (1981-2011) atas tuduhan melakukan gerakan bawah tanah untuk menggulingkan pemerintah. Memang, sepanjang tiga rezim Mesir mulai dari Presiden Gamal Abdel Nasser (1953-1970), berlanjut rezim Presiden Anwar Saddat (1970-1981) hingga Presiden Mubarak (1981-2011), Ikhwanul Muslimin dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Jabatan terakhir di Ikhwanul Muslimin, sebagai anggota (Irsyad) atau dewan pimpinan tertinggi di jajaran organisasi berpengaruh tersebut. Dalam pemilihan umum pada 2000, Mursi terpilih sebagai anggota parlemen dan kemudian terpilih menjadi juru bicara kubu Ikhwanul Muslimin di dewan legislatif itu.

Sepintas Tentang Arab Spring
Arab Spring biasa dipahami sebagai kebangkitan dunia Arab atau musim semi Arab (bahasa Inggris: The Arab Spring; bahasa Arab: الثورات العربية, secara harafiah bisa juga didefinisikan sebagai pemberontakan Arab. Dengan demikian, Arab Spring dapat juga diterjemahkan gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di dunia Arab.

Sejak 18 Desember 2010, telah terjadi revolusi di Tunisia dan Mesir; perang saudara di Libya; pemberontakan sipil di Bahrain,  Suriah, Yaman; protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, dan Oman, protes kecil di Kuwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat.

Kerusuhan di perbatasan Israel bulan Mei 2011 juga terinspirasi oleh kebangkitan dunia Arab ini. Protes ini menggunakan teknik “pemberontakan sipil” dalam kampanye yang melibatkan serangan, demonstrasi, pawai, dan pemanfaatan media sosial, seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Skype, untuk mengorganisir, berkomunikasi, dan meningkatkan kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan dan penyensoran Internet oleh pemerintah. Banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta milisi dan pengunjuk rasa pro-pemerintah. Slogan pengunjuk rasa di dunia Arab yaitu Ash-sha`b yurid isqat an-nizam (“Rakyat ingin menumbangkan rezim ini”).

Pada Juli 2011, unjuk rasa ini telah mengakibatkan penggulingan dua kepala negara, yaitu Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang kabur ke Arab Saudi tanggal 14 Januari setelah protes revolusi Tunisia, dan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari 2011, setelah 18 hari protes massal dan mengakhiri masa kepemimpinannya selama 30 tahun.

Selama periode kerusuhan regional ini, beberapa pemimpin negara mengumumkan keinginannya untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah masa jabatannya berakhir. Presiden Sudan Omar al-Bashir mengumumkan ia tidak akan mencalonkan diri lagi pada 2015, begitu pula Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki, yang masa jabatannya berakhir tahun 2014, meski unjuk rasa semakin menjadi-jadi menuntut pengunduran dirinya sesegera mungkin.Protes di Yordania juga mengakibatkan pengunduran diri pemerintah sehingga mantan Perdana Menteri and Duta Besar Yordania untuk Israel Marouf al-Bakhit ditunjuk sebagai Perdana Menteri oleh Raja Abdullah dan ditugaskan membentuk pemerintahan baru.

Pemimpin lain, Presiden Ali Abdullah Saleh dari Yaman, mengumumkan pada 23 April bahwa ia akan mengundurkan diri dalam waktu 30 hari dengan imbalan kekebalan hukum, sebuah persetujuan yang diterima oposisi Yaman secara tidak formal pada 26 April; Saleh kemudian mengingkari persetujuan ini dan semakin memperpanjang pemberontakan di Yaman. Pemimpin Libya Muammar al-Gaddafi menolak mengundurkan diri dan mengakibatkan perang saudara antara pihak loyalis dan pemberontak yang berbasis di Benghazi.

Dampak protes ini secara geopolitik telah menarik perhatian global, termasuk usulan agar sejumlah pengunjuk rasa dicalonkan untuk menerima Hadiah Perdamaian Nobel 2011. Tawakel Karman dari Yaman merupakan salah satu penerima Hadiah Perdamaian Nobel 2011 sebagai salah seorang pemimpin penting dalam Musim Semi Arab.

Keterlibatan Uni Eropa
Arab Spring memang telah menjadi pusat perhatian dunia saat ini. Tidak terkecuali Uni Eropa dan Indonesia. Pada 28 Februari 2012, di Jakarta diselenggarakan Konferensi tentang Timur Tengah yang diselenggarakan oleh Uni Eropa (UE) dan Indonesian Council on World Affairs (ICWA) di Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia dan dihadiri oleh sekitar 200 peserta dari kementerian, lembaga riset, masyarakat madani, dan perwakilan diplomatik. Konferensi ini membahas tentang dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi di beberapa negara Arab dan kontribusi yang diberikan oleh Indonesia dan Uni Eropa untuk transisi menuju demokrasi di kawasan tersebut.

Yang menarik dan patut kita perhatikan adalah adanya komitmen bantuan keuangan sebesar € 1 milyar telah didedikasikan oleh Uni Eropa untuk mendukung perubahan di Timur Tengah. Hingga dana bantuan yang telah di programkan menjadi € 5,7 milyar. Setelah pada bulan lalu telah setuju untuk menganggarkan € 4,8 juta untuk reformasi politik dan ekonomi di Tunisia dan Maroko.

Analisis Syaikh Imran Husein
Tidak ada sejarah yang betul-betul dikuasai Yahudi tanpa melalui jalur peperangan. Untuk menguasai Palestina, mereka berperang; untuk mendapatkan minyak, mereka berperang; untuk menghancurkan Islam, mereka pun bersusah payang melalui jalan peperangan. Meski harus memakai tangan orang lain. Tidak terkecuali di Timur Tengah.

Analisa ini lahir dari pakar konspirasi dan akhir zaman kawakan, Syaikh Imran Hussein, dalam sebuah ceramahnya di Lakemba. Beliau mengatakan bahwa Revolusi Timur Tengah (Arab Spring) tidak lepas dari skenario panjang kaum Yahudi. Hasil dari revolusi ini adalah munculnya beberapa pemerintah yang menyatakan dirinya sebagai “pemerintahan Islam” di Timur Tengah. Sebuah pemerintahan yang anti Amerika dan juga anti Israel. “Dan Yahudi akan selalu berdo’a jika itu terjadi,” ujar pakar akhir zaman ini.

Menariknya, Syaikh Imran Husein memprediksi Revolusi Timur Tengah ini jauh sebelum meletusnya Arab Spring di tahun 2011. Sejak tahun 2003, Syaikh Imran sudah memprediksi akan terjadi kekacauan di Timur Tengah yang menumbangkan rezim-rezim diktator.

Memang benar adanya, bahwa sejak tahun 2003, diam-diam George Bush sudah mengumumkan sebuah proyek besar yang akan mengubah peta baru dunia Timur Tengah. Ia menamakannya Great Middle East. Rencana tersebut kemudian kian dimatangkan Bush pada tahun 2004 dengan menggelontorkan uang 80 Juta Dolar yang dialokasikan bagi LSM Pro Demokrasi dan Jaringan Media di sejumlah negara Arab.

Lantas pertanyaannya adalah mengapa Yahudi justru melakukan konspirasi untuk menumbuhkan pemerintahan yang anti mereka? Jawabannya adalah karena dengan bermunculannya pemerintahan muslim di Timur Tengah, Yahudi memiliki legitimasi untuk memprovokasi warganya untuk bangkit dan berperang mengalahkan umat muslim. “Jika kita tidak melakukan sesuatu, kita semua akan disembelih oleh muslim fanatik,” ungkap Syekh Imran Husein menirukan seruan para Rabi Yahudi (Zionis).
Ketika pemerintahan-pemerintahan muslim ini mulai bermunculan, kita akan menyaksikan berita hangat yang akan disiarkan berhari-hari terkait serangan 11 september. Televisi-televisi yang sudah bekerja dalam jaringan Yahudi akan bergerak serempak menampilkan sisi buruk fundamentalisme Islam. Dalam hal ini kantor berita CNN akan berada pada garda terdepan. Dan media di seluruh dunia akan dimanfaatkan untuk menggambarkan skenario yang terjadi seperti efek domino.

Televisi-televisi ini akan menyiarkan bahwa bangkitnya dunia Islam adalah jalan untuk menyapu habis semua pemerintahan yang ada. Bahwa berdirinya pemerintahan muslim adalah lonceng berdentang bagi kematian kaum Yahudi. Dan para Rabbi Yahudi (Zionis) akan membangkitkan semangat perlawanan bangsanya untuk bangkit dan melawan tumbuhnya hegemoni Islam. “Kita harus melakukan sesutu jika hanya duduk berdiam diri. Israel akan dihancurkan dan semua Yahudi akan dipenggal,” kata mereka.

Syaikh Imran Husein menegaskan bahwa ketika hal ini terjadi ini maka pertunjukkan paling menakjubkan dalam sejarah Yahudi (Zionis) akan segera dimulai. Sebuah perang yang Paman Sam (AS) sebagai mitra Israel sendiripun belum pernah menyaksikannya. Karena Israel memiliki senjata yang tidak dimiliki oleh AS. “Mereka akan mengelaurkan segala senjatanya agar rakyat dunia tahu bahwa mereka akan menjadi negara adikuasa baru.

Maka tepatlah kata Vladimir Jabotinsky (1880-1940), seorang revisionis Zionis dan pemimpin organisasi teroris Betar sebelum berdirinya Israel, katanya: “Aku berperang maka aku ada”. Ya sebuah diktum Corgito Ergo Sum ala Descartes yang dirubah menjadi semangat perperangan. Dan kebutuhan perang ini tidak saja menjadi semangat Jabotinsky, karena perintah Taurat yang mendelegasikan bahwa Tanah Sungai Nil hingga Eufrat adalah hak kaum Yahudi mustahil bisa didapati jika Yahudi hanya berdiam diri dan melulu mengandalkan ghazwul fikri apalagi rekonsiliasi.

Arab Spring dan Akhir Zaman
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 157 dari Abu Hurairah secara marfu’ dengan lafazh:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ الْمَالُ وَيَفِيضَ حَتَّى يَخْرُجَ الرَّجُلُ بِزَكَاةِ مَالِهِ فَلَا يَجِدُ أَحَدًا يَقْبَلُهَا مِنْهُ وَحَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا

“Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya, tetapi dia tidak mendapatkan seorang pun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi murujan wa anharan.”
Sebagian menerjemahkan kata murujan wa anharan dengan: subur lagi makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai.”

Hanya saja Imam An-Nawawi berkata dalam menafsirkan kedua kata di atas (murujan wa anharan):

معناه والله أعلم أنهم يتركونها ويعرضون عنها فتبقى مهملة لا تزرع ولا يسقى من مياهها وذلك لقلة الرجال وكثرة الحروب وتراكم الفتن وقرب الساعة وقلة الآمال لذلك والاهتمام به

“Maknanya -wallahu a’lam- bahwa mereka (orang-orang Arab) tidak mengolahnya tanah mereka dan mereka berpaling darinya, sehingga jadilah tanah mereka terlantar, tidak ditanami, dan mata-mata airnya tidak diambil airnya untuk pengairan tanaman. Hal itu terjadi karena pada saat itu jumlah laki-laki sedikit, banyak terjadi peperangan, banyaknya tersebar fitnah, dan kiamat telah dekat. Harapan dan perhatian untuk itu (pengolahan tanah) menjadi sedikit.” (Syarh Muslim: 7/97)

Penjelasan Imam Nawawi di atas bersesuaian dengan keadaan yang terjadi saat ini. Ternyata murujan wa anharan yang dimaksud Rasulullah SAW bukanlah jaziran Arab yang hijau subur makmur, melainkan jazirah Arab yang penuh dengan pergolakan karena tersebarnya fitnah (konspirasi) pihak-pihak yang memusuhi Islam.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, Uni Eropa telah menggelontorkan uang sebesar € 5,7 milyar untuk mendukung perubahan di Timur Tengah. Di lain pihak, mantan presiden AS, George W. Bush, pada tanggal 15 Mei 2012 menyatakan, Amerika Serikat harus berada bersama para ‘reformis’ di Timur Tengah dan Afrika Utara bersamaan dengan euforia revolusi untuk membangun masyarakat demokratis.

“Saya tidak percaya pada penggunaan cara-cara yang menunjukkan kelemahan, seperti diplomasi, perundingan, dan sejenisnya,” tegas Ariel Sharon.
Jadi, jika Yahudi (Zionis) sudah menyiapkan segala upayanya untuk menaklukan umat muslim, sudahkah kita menyiapkan diri menjadi mujahid untuk melawan mereka? Inilah akhir zaman.

sumber:
Wikipedia Nasionalis Rakyat Merdeka Antara News BBC Indonesia Era Muslim
Al Atsariyyah Ar Rahmah Harakatuna

Categories: Akhir Zaman